Subrahmanyan
Chandrasekhar, peraih nobel Fisika tahun 1983 dilahirkan di Lahore,
India pada 19 Oktober 1910. Ayahnya, Chandrasekhara Subrahmanyan Ayyar
adalah pegawai di departemen keuangan India. Sementara Ibunya, Sita (neé
Balakrishnan) seorang ibu rumah tangga biasa namun berintelektual
tinggi (ia mampu menerjemahan karya Henrik Ibsen, “A Doll House” ke bahasa Tamil). Kedua orangtuanya, menurut Chandrasekhar
sangat menaruh perhatian pada pendidikan anak-anaknya. Orangtuanyalah
yang langsung memberikan pendidikan dasar khusus baginya di rumah hingga
ia berusia 12 tahun. Mereka mengharapkan Chandrasekhar terkenal seperti
pamannya, Chandrasekhara V. Raman, orang India
pertama yang meraih hadiah Nobel fisika. Pada tahun 1918, ayahnya
dipindahtugaskan ke Madras dan di sanalah keluarganya kemudian hidup
menetap. Di Madras, ia bersekolah di sekolah lanjutan Hindu dari 1922 hingga 1925.
Pendidikan tingginya (1925-30) ia peroleh pertama kali di Presidency College.
Kemudian ketika hendak melanjutkan studinya ke Universitas Cambridge,
ibunya jatuh sakit. Menurut tradisi India, ia harus tinggal di rumah
merawat ibunya. Namun ibunya yang ingin anaknya sukses mendesak Chandra
(nama kecil Chandrasekhar) untuk tetap pergi ke Cambridge, Inggris.
Selama perjalanan panjang dengan kapal laut ke Inggris, Chandra mencoba menggabungkan pengetahuannya tentang bintang Bajang putih (white dwarf)
dengan teori relativistik spesial, ia terkejut sekali mendapatkan hasil
bahwa suatu bintang bajang putih dapat terbentuk melalui evolusi
bintang, asalkan massa bintang itu kurang dari 1,45 massa matahari. Jika
bintang terlalu berat maka gaya tolak akibat larangan Pauli tidak mampu
menahan gaya gravitasi bintang, akibatnya bintang akan kolaps menjadi
bintang netron atau bahkan menjadi lubang hitam (black hole).
Tiba
di Universitas Cambridge, dengan beasiswa penuh dari pemerintah India,
Chandrasekhar menjadi mahasiswa peneliti di bawah bimbingan Profesor
R.H. Fowler. Di tengah-tengah kesibukannya, Chandrasekhar masih ingat
hasil perhitungannya di kapal laut itu. Ia mencoba menghitung ulang dan
mendiskusikannya dengan para fisikawan di Cambridge, ternyata ia
mendapatkan hasil yang sama bahwa ada batas atas massa bintang agar
dapat berevolusi menjadi bintang bajang putih. Batas atas ini kemudian terkenal dengan nama “Chandrasekhar limit”. Karena hasil penelitian mengenai evolusi bintang inilah, 50 tahun kemudian Chandrasekhar dianugerahi hadiah nobel fisika (1983).
Chandrasekhar
sempat menghabiskan tahun ketiga masa kuliahnya di institut fisika
teori, Copenhagen atas saran P.A.M. Dirac (pelopor fisika kuantum) yang
melihat kemampuannya yang cemerlang. Pada tahun 1933, ia memperoleh gelar Ph.D dari Cambridge. Hanya beberapa bulan berselang, ia bergabung dengan Trinity College
hingga tahun 1937. Ketika melakukan kunjungan ke Universitas Harvard,
atas undangan Dr. Harlow Shapley selama musim dingin (Januari-Maret
1936), ia ditawari posisi sebagai peneliti di Universitas Chicago dan
memutuskan menerima tawaran itu pada Januari 1937. Saat berada di
Chicago, iapun melengkapi teorinya dan mempublikasikannya dalam buku An Introduction to the Study of Stellar Structure (1939).
Riset
bagi Chandrasekhar memang merupakan kerja berkesinambungan. Ia mencatat
ada tujuh periode riset dalam hidupnya. Pertama, teori tentang struktur
bintang, termasuk mengenai Bajang Putih (1929-39). Kedua, teori gerak
Brownian yang merupakan bagian dari dinamika bintang (1938-43). Ketiga,
teori tentang transfer energi, termasuk tentang atmosfer bintang dan
teori kuantum ion negatif hidrogen, juga tentang atmosfer bintang
(1943-50). Keempat, stabilitas hidrodinamika dan hidromagnetik
(1953-61). Kelima, keseimbangan dan stabilitas bentuk elips, bagian dari
kolaborasinya dengan Norman R Lebovitz (1961-8). Keenam,
teori relativitas umum dan astrofisika relativitas (1962-71). Terakhir,
teori matematika Black Holes (1974-83). Hasil penelitiannya itu
dipublikasikan dalam berbagai monograf dan jurnal terkenal untuk
astrofisika dan fisika..
Pimpinan Universitas Chicago, Hanna
Gray pernah mengungkapkan kesannya terhadap Chandrasekhar. Profesor
bidang astronomi dan astrofisika ini adalah ilmuwan yang penuh dedikasi,
guru dari para guru, seseorang yang senantiasa membaktikan dirinya
untuk kreativitas dunia ilmiah.
Disamping fisika, Chandrasekhar juga
menyukai bahasa Inggris dan senang membaca karya-karya sastra terkenal
tulisan Shakespeare. Orang sangat mengagumi bahasa inggrisnya yang
sangat sempurna baik dalam tata bahasa maupun aksennya, sampai-sampai
fisikawan terkenal Hans Bethe mengatakan: "Chandrasekhar
was one of the great astrophysicists of our time. He was also the
greatest master of the English language that I know”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar