Sabtu, 09 Juni 2012

Dari Kegelapan

Oleh: George Dvali
(Sumber: Scientific American, Februari 2004, hal. 68-75)

Mungkin akselerasi kosmik bukan disebabkan oleh dark energy tapi oleh kebocoran gravitasi tak terhenti dari dunia kita.
Kosmolog dan fisikawan partikel jarang-jarang merasa begitu bingung. Walaupun model standar kosmologi kita telah dikonfirmasikan oleh observasi mutakhir, ia masih memiliki lubang menganga: tak ada yang tahu mengapa perluasan alam semesta mencepat. Jika Anda melempar batu lurus ke atas, tarikan gravitasi Bumi akan membuatnya melambat; ia tidak akan mencepat menjauhi planet ini. Demikian halnya, galaksi-galaksi jauh, yang terjauhkan oleh perluasan big bang, semestinya menarik satu sama lain dan melambat. Tapi mereka sedang berakselerasi memisah. Para periset umumnya mengatributkan akselerasi tersebut pada suatu entitas misterius yang disebut dark energy, tapi hanya sebagian kecil fisika yang mendukung istilah halus ini. Satu-satunya hal yang kian jelas adalah bahwa pada jarak terbesar yang bisa diamati, gravitasi berperilaku dengan cara agak aneh, berubah menjadi gaya tolak.

Ketidakpastian Quantum – Pasti, Tn. Heisenberg?

16 Januari 2012
(Sumber: www.sciencedaily.com)
Prinsip Ketidakpastian Heisenberg adalah salah satu fondasi paling terkenal fisika quantum. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak semua atribut partikel quantum bisa diukur dengan akurasi tak terhingga. Sampai sekarang, ini sering dijustifikasi oleh gagasan bahwa setiap pengukuran pasti mengganggu partikel quantum, mendistorsi hasil pengukuran selanjutnya. Namun, menurut riset baru, ini ternyata penyederhanaan berlebihan.


Jacqueline Erhart, Stephan Sponar, Prof. Yuji Hasegawa, Georg Sulyok (dari kiri ke kanan).
Dalam eksperimen neutron yang dijalankan oleh profesor Yuji hasegawa dan timnya di Vienna University of Technology, berbagai sumber ketidakpastian quantum kini bisa dibedakan, memvalidasi temuan teoritis rekan-rekan dari Jepang.
Pengaruh pengukuran terhadap sistem quantum tidak selalu menjadi penyebab ketidakpastian. Argumen prinsip ketidakpastian Heisenberg harus ditinjau ulang – namun prinsip ketidakpastian itu sendiri tetap valid. Temuan ini telah dipublikasikan dalam jural Nature Physics.
Posisi atau Momentum – Tidak Sekaligus
Tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa kuantitas fisikal tak dapat diukur pada waktu yang sama. Pertanyaannya, bagaimana fakta ini mesti ditafsirkan. “Eksperimen pikiran Heisenberg yang terkenal mengenai penggunaan sinar cahaya untuk mengukur posisi sebuah elektron masih sering dikutip hari ini,” kata Jacqueline Erhart dari Institute for Atomic and Subatomic Physics di Vienna University of Technology. Untuk mengukur posisi sebuah partikel dengan presisi tinggi, cahaya berpanjang gelombang amat pendek (dan karenanya berenergi tinggi) harus digunakan. Ini mengakibatkan momentum ditransfer ke partikel – partikel ditendang oleh cahaya. Oleh sebab itu, Heisenberg beragumen, mustahil mengukur posisi maupun momentum secara akurat. Hal yang sama berlaku untuk pasangan kuantitas fisikal lain. Heisenberg percaya bahwa dalam kasus-kasus ini, error dalam satu pengukuran membawa pada disturbansi pengukuran lain. Hasil kali error dan disturbansi, klaim Heisenberg, lebih besar dari ambang tertentu.

Bentuk dari Ruang?

Oleh: Graham P. Collins
(Sumber: Scientific American, Juli 2004, hal. 94-103)

Seorang matematikawan Rusia telah membuktikan penaksiran Poincaré yang berumur seabad dan melengkapi katalog ruang tiga-dimensi. Dia mungkin akan memperoleh hadiah $1 juta.

Henri Poincaré menaksir pada 1904 bahwa objek tiga-dimensi yang memiliki atribut-atribut tertentu bola tiga-dimensi bisa diubah bentuk menjadi bola-3. Perlu 99 tahun bagi matematikawan untuk membuktikan penaksirannnya itu. (Awas: bola tiga-dimensi barangkali tidak seperti yang Anda pikirkan!)
Berdiri dan tengoklah sekeliling. Berjalan melingkar. Melompat di udara. Lambaikan tangan Anda. Anda adalah sekumpulan partikel yang bergerak-gerak dalam sekawasan kecil manifold-3—ruang tiga-dimensi—yang membentang ke semua arah sejauh bermiliar-miliar tahun-cahaya.
Manifold adalah konstruk matematis. Kemenangan fisika sejak zaman Galileo dan Kepler adalah keberhasilan deskripsi realitas melalui matematika beberapa citarasanya, semisal matematika manifold. Menurut fisika, segala sesuatu berada di depan latar belakang ruang tiga-dimensi (kesampingkan spekulasi para teoris string bahwa ada dimensi-dimensi kecil di samping tiga dimensi yang nyata) [lihat “Teori yang Dulu Dikenal Sebagai String”, tulisan Michael J. Duff, Scientific American, Februari 1998]. Tiga dimensi berarti tiga bilangan dibutuhkan untuk menetapkan lokasi partikel. Di dekat Bumi, contohnya, tiga bilangan itu berupa garis lintang, garis bujur, dan ketinggian.

Energi Negatif, Wormhole, dan Warp Drive

Oleh: Lawrence H. Ford dan Thomas A. Roman
(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, Mei 2003, hal. 84-91)

Pembangunan wormhole dan warp drive membutuhkan bentuk energi yang sangat tak biasa. Tapi hukum fisika yang memperkenankan “energi negatif” ini juga membatasi perilakunya.

Wormhole akan terlihat sebagai bukaan bulat menuju wilayah kosmos yang jauh. Dalam foto Times Square rekayasa ini, wormhole memungkinkan warga New York berjalan ke Sahara dengan satu langkah. Walaupun tidak melanggar hukum fisika yang dikenal, wormhole semacam itu membutuhkan jumlah energi negatif yang tak realistis.
Bisakah kawasan ruang mengandung [sesuatu] kurang dari nol? Akal sehat akan bilang tidak; yang paling banter bisa kita lakukan adalah menyingkirkan semua materi dan radiasi dan menyisakan kevakuman. Tapi fisika quantum terbukti punya kemampuan mengacaukan intuisi, dan tidak terkecuali dalam perkara ini. Kawasan ruang, ternyata, bisa mengandung [sesuatu] kurang dari nol. Energi per unit volumenya—densitas energi—bisa kurang dari nol.
Tak perlu dikatakan, implikasinya ganjil. Menurut relativitas umum, teori gravitasi Einstein, kehadiran materi dan energi melengkungkan struktur geometris ruang dan waktu. Yang kita rasakan sebagai gravitasi merupakan distorsi ruangwaktu oleh energi atau massa positif normal. Tapi ketika energi atau massa negatif—disebut materi eksotis—menekuk ruangwaktu, segala jenis fenomena menakjubkan menjadi mungkin: traversable wormhole (wormhole yang dapat dilintangi/diseberangi–penj), yang dapat berfungsi sebagai terowongan/tembusan ke wilayah-wilayah jauh alam semesta; warp drive, yang memungkinkan perjalanan lebih cepat daripada cahaya; dan mesin waktu, yang mungkin memperkenankan pejalanan ke masa lalu. Energi negatif bahkan bisa dipakai untuk membuat mesin gerak perpetual atau menghancurkan black hole.

Teori Penyatuan Fisika, Grand Unified Theory

Oleh: Steven Weinberg
(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, 31 Mei 2003, hal. 4-11)

Sasaran utama fisika adalah memahami keanekaragaman alam yang menakjubkan secara terpadu. Kemajuan-kemajuan terhebat di masa lalu merupakan langkah menuju sasaran ini: unifikasi mekanika bumi dan angkasa oleh Isaac Newton pada abad 17. Teori listrik dan magnetisme oleh James Clerk Mawell pada abad 19. Geometri ruangwaktu dan teori gravitasi oleh Albert Einstein dari tahun 1905 sampai 1916. Dan penyingkapan kimia dan fisika atom melalui kedatangan mekanika quantum pada 1920-an.
Einstein mencurahkan 30 tahun terakhir hidupnya pada pencarian gagal “teori medan terpadu”, yang akan menyatukan relativitas umum—teori ruangwaktu dan gravitasi miliknya—dengan teori elektromagnetisme Maxwell. Belakangan terjadi kemajuan menuju unifikasi, tapi ke arah berbeda. Teori partikel unsur dan gaya kita yang mutakhir, dikenal sebagai Standard Model fisika partikel, telah menyatukan elektromagnetisme dengan interaksi lemah, gaya yang bertanggungjawab atas perubahan neutron dan proton menjadi satu sama lain dalam proses-proses radioaktif dan di bintang-bintang. Standard Model juga memberikan deskripsi terpisah tapi serupa tentang interaksi kuat, gaya yang menjaga kesatuan quark di dalam proton dan neutron dan menjaga kesatuan proton dan neutron di dalam nukleus atom.


Mitos Permulaan Waktu

Teori string mengindikasikan bahwa BIG BANG bukanlah awal-mula alam semesta melainkan sekadar hasil dari kondisi yang eksis sebelumnya.

Apakah big bang betul-betul merupakan permulaan waktu? Ataukah alam semesta eksis sebelum itu? Satu dekade silam, pertanyaan semacam ini terasa menghina Tuhan. Sebagian besar kosmolog bersikeras bahwa itu sama sekali tak masuk akal—bahwa merenungkan waktu/masa sebelum big bang adalah seperti menanyakan arah menuju tempat di utara Kutub Utara. Tapi perkembangan fisika teoritis, khususnya kenaikan teori string, telah mengubah perspektif mereka. Alam semesta pra-big bang telah menjadi batas teranyar kosmologi.
Kemauan baru untuk mempertimbangkan apa yang mungkin terjadi sebelum big bang merupakan ayunan mutakhir pendulum intelektual yang telah berayun selama bermilenium-milenium. Dalam satu atau lain bentuk, isu permulaan pokok telah menyeret filsuf dan teolog di hampir setiap kebudayaan. Ini terjalin dengan satu set besar persoalan, yang mahsyur diungkapkan secara ringkas dalam sebuah lukisan tahun 1987 karya Paul Gauguin: D’ou venons-nous? Que sommes-nous? Ou allons-nous? / Where do we come from? What are we? Where are we going? / Dari mana kita? Siapa kita? Akan ke mana kita? Karya ini menggambarkan siklus kelahiran, kehidupan, dan kematian—asal-usul, identitas, dan takdir tiap-tiap individu—dan persoalan personal ini terhubung langsung dengan persoalan kosmik. Kita dapat menelusuri silsilah kita menuju generasi-generasi ke belakang, menuju leluhur binatang kita, menuju bentuk awal kehidupan dan protokehidupan, menuju unsur-unsur yang tersintesiskan di alam semesta purba,  menuju energi tak berbentuk yang tersimpan di ruang sebelum itu. Apakah pohon keluarga kita mengulur ke belakang seterusnya/selamanya? Ataukah akarnya memiliki ujung? Apakah kosmos sama tak permanennya dengan kita?

Adakah Waktu Sebagai Dimensi Keempat ?

Waktu adalah dimensi ke-4 selain tiga dimensi ruang. Hal ini berbeda dari dimensi  dalam banyak cara pandang yang lain. Waktu membuat perubahan yang mungkin kalau tidak kita akan tinggal di alam semesta yang statis! Mari kita menjelajahi apa yang kita maksud dengan waktu dan bagaimana relativitas khusus Einstein merupakan pukulan fatal bagi ‘waktu mutlak “mekanika Newton.
Apa itu Waktu?
Waktu adalah cara kita mengikuti perkembangan perubahan, perubahan yang terus terjadi di alam semesta. Waktu muncul karena sifat dinamis dari alam semesta atau orang bisa mengatakan, dinamika alam semesta ini dimungkinkan karena ada waktu.
Bisa dibilang waktu harus telah diciptakan agar segala sesuatu tidak terjadi pada saat yang sama. Sedangkan ruang itu dibuat agar segala sesuatu tidak terjadi di tempat yang sama. Sehingga  kita dapat mengartikan waktu sebagai serangkaian perubahan atau kejadian yang terjadi. Peristiwa yang terjadi secara periodik seperti terbit dan terbenam Matahari, rotasi bumi dan revolusi bumi mengelilingi matahari digunakan sebagai referensi untuk mengkalibrasi dan mengukur waktu. Jam kita disinkronkan dengan peristiwa periodik berulang untuk melacak waktu.

Bercocok Tanam di Kebun Robotik Untuk Suplai Makanan Astronot

Prototipe kebun robotik yang dibuat oleh mahasiswa University of Colorado. Image credit: Daniel Zukowski
Mahasiswa dari University of Colorado saat ini sedang mengembangkan suatu sistem kebun robotik yang diperuntukkan sebagai penyedia bahan makanan seperti sayuran dan buah-buahan untuk para astronot dalam menjalankan misi luar angkasa yang jaraknya jauh seperti ke Mars

Proyek yang dipimpin oleh Professor Joe Tanoe (mantan astronot yang saat ini menjadi pengajar), Nikolaus Correll (Professor ilmu komputer dan pernah bekerja di MIT), dan Dave Klaus (ahli Biologi), dijalankan dengan dana hibah senilai $ 40 ribu.

Jika proyek ini selesai, maka akan dihasilkan suatu sistem pangan biogeneratif yang mampu mendukung kehidupan secara simultan termasuk memurnikan udara, menyaring air dan menghasilkan makanan untuk dikonsumsi. Secara singkat kebun ini sendiri memiliki empat tahap pertanian yaitu pembibitan, pemantauan pertumbuhan tanaman, pemanenan, dan pengolahan sisa tanaman untuk mendaur ulang nutrisi dan kembali ke tahap awal.

Saat ini tim riset sudah menyiapkan prototipe dari kebun tersebut. Proyek ini merupakan salah satu pemenang dari kompetisi "The X-Hab Academic Innovation Challenge" yang diadakan NASA dan National Space Grant Foundation untuk beberapa universitas di Amerika dalam rangka membantu NASA menyiapkan sistem untuk penjelajahan luar angkasa. (space-travel.com, astronomi.us)

Jumat, 08 Juni 2012

Teori Segalanya, Grand Unified Theory, Standard Model, dan String Theory


Teori Segalanya, Pengejaran Panjang Sebuah Mimpi

PERNAHKAH Anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah Anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita. Ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum.
Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion). Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi
Ketika kita mencoba memahami alam semesta pada ukuran mikro atau tingkat partikel, maka kita harus memakai Mekanika Kuantum. Mekanika Kuantum mendeskripsikan alam semesta sebagai superposisi dari berbagai kemungkinan. Beberapa aturan umum pada skala makro dilanggar, seperti atas-bawah, simetri kanan-kiri, dan bahkan waktu sebelum atau sesudah.
Masalahnya adalah kenapa harus ada dua aturan? Kenapa materi pada skala mikro berperilaku berbeda dengan materi pada skala makro? Walau demikian, berbeda dengan contoh kota yang kacau karena memiliki dua aturan berbeda, alam semesta tetap harmonis. Atas dasar pemikiran itulah, orang berpikir seharusnya ada satu teori umum yang mampu menjelaskan kedua hal tersebut.
Ide penyatuan teori
Sebelum kita masuk pada ide "Penyatuan Teori", ada baiknya kita mengenal dulu interaksi dasar yang mengatur alam semesta. Semua fenomena di alam semesta terjadi karena interaksi antarpartikel. Ada empat interaksi dasar, yaitu elektromagnetik, lemah, kuat, dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik menghasilkan listrik, magnet, dan cahaya. Interaksi lemah menyebabkan peluruhan radioaktif. Dan interaksi kuat mengikat proton-proton dan neutron-neutron dalam inti atom. Mekanika Kuantum dipakai untuk menjelaskan mekanisme tiga interaksi pertama ini. Interaksi terakhir, gravitasi, dijelaskan Teori Relativitas Umum.
Adalah Albert Einstein yang pertama kali mencoba menggabungkan keempat interaksi tersebut dalam sebuah teori umum yaitu "Teori Segalanya" (Theory of Everything). Pertama, dia mencoba menggabungkan interaksi gravitasi dengan elektromagnetik, karena secara matematika kedua interaksi ini memiliki sifat sama yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Einstein menghabiskan lebih dari 30 tahun sisa hidupnya berkutat pada masalah ini, namun dia gagal.
Mimpi Einstein tetap hidup. Idenya adalah alam semesta ini seharusnya bisa dijelaskan satu teori tunggal, yang berlaku baik pada dunia makro maupun mikro. Para ilmuwan dari berbagai kalangan terus memburu teori tunggal ini. Mereka percaya, teori ini adalah kunci utama memahami alam semesta sesungguhnya bekerja. Inilah isu utama di kalangan para fisika teoritis.
Sejauh ini, ada dua kandidat utama sebagai "Teori Segalanya", yaitu Model Baku (Standard Model), dan Teori Dawai (String Theory). Artikel ini memberikan gambaran singkat bagaimana dua teori ini menggapai "Teori Segalanya".
Model baku
"Model Baku" memiliki sejarah yang panjang. Ratusan fisikawan berkontribusi dan ribuan eksperimen terlibat untuk mencari sebuah model untuk menjelaskan semua fenomena. "Model Baku" pertama kali diperkenalkan trio Nobel Fisika 1979, Sheldom Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg. Disebut "Model Baku" karena teori penyusunnya didukung hasil eksperimen. "Model Baku" sejauh ini adalah pemodelan untuk menyatukan tiga interaksi dunia mikro.
Ide utama "Model Baku" adalah menganggap partikel dasar pembentuk materi (quark dan lepton) adalah sebagai partikel titik. Partikel titik ini berinteraksi dengan partikel titik lain dan saling menukarkan sebuah partikel khusus yang disebut partikel pengantar interaksi (exchange particle). Satu partikel pengantar hanya bekerja khusus pada satu interaksi saja.
Para eksperimentalis sudah menemukan partikel pengantar untuk masing-masing interaksi. Foton untuk interaksi elektromagnetik, W dan Z untuk interaksi lemah, dan gluon untuk interaksi kuat. Satu partikel pengantar yang masih dalam prediksi teori adalah graviton untuk interaksi gravitasi.
Penemuan partikel pengantar ini adalah kunci dari penggabungan teori. Alasannya, pada tingkat energi tertentu maka partikel pengantar pada masing-masing interaksi bersatu dan tidak bisa dibedakan.
Glashow, Salam, dan Weinberg sudah berhasil membuktikan hal ini. Mereka menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dalam satu Teori Elektrolemah (Electroweak Theory). Tugas selanjutnya adalah menyatukan interaksi kuat bersama interaksi elektrolemah dalam satu teori, "Teori Unifikasi Agung" (Grand Unified Theory).
"Teori Unifikasi Agung" bukanlah masalah gampang karena ada satu sarat yang model ini belum buktikan, yaitu partikel supersimetri. Partikel supersimetri adalah partikel bayangan dari partikel pengantar interaksi. Satu partikel pengantar interaksi memiliki satu partikel supersimetri.
Kalau "Teori Unifikasi Agung" bisa tercapai, selanjutnya tugas yang tak kalah berat adalah mengawinkan dengan interaksi gravitasi dalam satu aturan: Kuantum-Gravitasi. Kendala selanjutnya adalah graviton yang belum ditemukan.
Saat ini "Model Baku" bekerja pada jalur utama fisika partikel dalam menguak rahasia alam semesta. Alasannya karena banyak prediksi teoretis dengan "Model Baku" terbukti secara eksperimental. Kini para eksperimentalis dari berbagai belahan dunia bekerja untuk membuktikan prediksi terbesar dari "Model Baku" ini, Teori Unifikasi Agung dan Kuantum-Gravitasi.
Teori dawai
Teori ini lahir tanpa sengaja pada akhir tahun 60-an, ketika Leonard Susskind dari Stanford University menguraikan persamaan matematika Gabriele Veneziano (Itali) untuk interaksi kuat. Susskind melihat, persamaan tersebut menjelaskan partikel titik dalam Model Baku (quark dan lepton) dan partikel pembawa interaksi memiliki struktur internal, yaitu dawai energi yang bergetar. Dawai tersebut berosilasi, merenggang dan merapat, memutar dan memuntir. Perbedaan frekuensi osilasi pada dawai akan memberikan karakter unik pada partikel tersebut, seperti massa (mass) dan muatan (charge).
Ide Teori Dawai ini berkembang pesat di awal 80-an, setelah Michael Greene dan John Schwarz memperbaiki matematika Teori Dawai. Karya mereka menunjukkan, Teori Dawai mengarah pada penyatuan fenomena mikroskopik dan makroskopik.
Fisika kita sekarang hanya sanggup untuk mengerti "Bagaimana alam bekerja", tapi tidak sanggup menjawab, "Kenapa alam bekerja seperti demikian". "Teori Segalanya" menjanjikan penyatuan semua fenomena alam dalam satu teori umum, memberi jawaban "kenapa alam bekerja demikian". Tidak hanya sampai di sana, misteri awal kelahiran alam semesta pun bisa dilacak.
Kita sebenarnya adalah saksi sejarah pencarian intelektual "what is behind God's mind" tentang alam semesta ini. Akankah mimpi panjang Einstein ini akan berakhir pada suatu kesimpulan? Akankah "Teori Segalanya" menjadi akhir dari Fisika? Ataukah Tuhan sudah menyiapkan sesuatu di balik itu? Wallahu'alam.

Senin, 04 Juni 2012

Menyorot Konsep Atheis Pada Buku “Grand Design” Stephen Hawking



Bagi para penggemar ilmu Fisika, pasti tidak akan asing dengan nama Stephen Hawking. Ia adalah seorang ahli fisika teoretis dan seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking. Ia menderita tetraplegia (kelumpuhan) karena sklerosis lateral amiotrofik, karier ilmiahnya terus berlanjut selama lebih dari empat puluh tahun. Buku-buku dan penampilan publiknya menjadikan ia sebagai seorang selebritis akademik dan teoretikus fisika yang termasyhur di dunia.
Hawking berpemahaman agnostik dalam masalah agama. Ia telah menggunakan kata “Tuhan” (secara metaforis) untuk menggambarkan poin dalam buku-buku dan pidatonya. Mantan istrinya, Jane, menyatakan saat proses perceraian bahwa Hawking adalah seorang atheis. Hawking menyatakan bahwa ia “tidak religius secara akal sehat” dan ia percaya bahwa “alam semesta diatur oleh hukum ilmu pengetahuan. Hukum tersebut mungkin dibuat oleh Tuhan, tetapi Tuhan tidak melakukan intervensi untuk melanggar hukum.”
Pada September 2010, The Telegraph dan Times Newspaper memberitakan, bahwa Stephen Hawking di dalam buku terbarunya, The Grand Design menyatakan bahwa Tuhan bukan pencipta alam semesta. Hawking menulis dalam bukunya tersebut :
Because there is a law such as gravity, the universe can and will create itself from nothing…spontaneous creation is the reason there is something rather than nothing, why the universe exists, why we exist
“Karena adanya hukum seperti gravitasi, alam semesta dapat dan akan menciptakan dirinya sendiri dari tanpa sesuatu apapun (nothing)… Penciptaan spontan adalah alasannya mengapa ’sesuatu’ itu ada dari tanpa sesuatu apapun, inilah alasan mengapa alam semesta eksis dan kita pun juga eksis.”
Dari kutipan pemberitaan di atas, Professor Hawking mengklaim bahwa alam semesta terbentuk secara spontan dari tanpa sesuatu apapun. Professor mengambil kesimpulan seperti ini berangkat dari pemahaman tentang konsep indeterministik fisika, yaitu dia meyakini bahwa ada peristiwa-peristiwa sub-atomik yang tidak berkaitan dengan kausalitas, karena sebagian pakar fisika mengklaim bahwa partikel-partikel sub-atomik berjalan secara unpredictably dan spontan di dalam kuantum vakum tanpa ada sebab yang bisa diketahui.
Saudara Hamza Tzortzis memiliki kritikan yang bagus tentang konsep ini. menurut beliau, ada dua problem utama dengan konsep ini, yaitu :
  1. Kuantum vakum itu bukanlah sesuatu yang tidak ada (nothing). Jadi klaim bahwa alam semesta terbentuk sendiri dari tanpa sesuatu apapun dengan dasar observasi yang dilakukan pada kuantum level adalah suatu hal yang menyesatkan. Karena vakum itu sendiri sebenarnya adalah ‘sesuatu’, yang merupakan lautan fluktuasi energi dengan struktur yang kompleks dan mengikuti hukum alam. Untuk itulah banyak pakar fisika lain yang mengadopsi konsep deterministik fisika berangkat dari observasi yang dilakukan pada kuantum level, seperti David Bohm.
  2. Secara filosofi, pandangan indeterministik ini tidak memiliki argumen yang kuat dan absurd. Rasanya tidak rasional jika kita mengatakan bahwa alam semesta terbentuk secara spontan dengan sendirinya tanpa ada kausalitas. Semua yang kita lihat di alam semesta ini pasti memiliki sebab. Segala sesuatu dan peristiwa yang terjadi pasti memiliki sebab. Ini adalah suatu yang tidak terbantahkan, karena pengalaman manusia tidak pernah ada yang menyaksikan bahwa sesuatu itu berasal dari ketidakadaan dan keluar dari konsep kausalitas. Tanpa konsep kausalitas, kita tidak akan memiliki mental framework untuk memahami observasi dan pengalaman. Menurut istilah filosofi, kausalitas itu adalah priori yang berarti pengetahuan yang kita miliki adalah pengalaman independen.
Sebagai contohnya :
  • Lingkaran itu tidak memiliki sudut.
  • Bapak (dalam artian sex) itu pastilah lelaki.
  • 4 + 4 = 8
  • Waktu itu bersifat irreversible (tidak dapat berulang/kembali)
  • Segala sesuatu yang berawal keberadaannya pasti memiliki sebab (cause).
Ini adalah general truth (kebenaran umum) yang aksiomatis. Kita yakin bahwa kausalitas itu ada. Pemahaman sehat kita pastilah akan menolak bahwa sesuatu itu terbentuk dengan sendirinya dari ketiadaan tanpa adanya kausalitas. Coba kita perhatikan premis berikut :
  1. Segala sesuatu yang berawal eksistensinya pasti memiliki sebab.
  2. Alam semesta itu eksis.
  3. Karena itu, alam semesta pastilah memiliki sebab.
Dari premis di atas, menunjukkan bahwa premis 1 dan 2 adalah kebenaran, maka secara logis menghasilkan premis 3, yaitu segala sesuatu yang eksis pasti memiliki sebab.
Namun, untuk mengambil kesimpulan bahwa “sebab” ini adalah tuhan, maka kita dapat menggunakan konsep analisa logis sebagai berikut :
  • Bahwa “sebab” ini tidaklah terkait dengan waktu dan zaman, karena waktu dan zaman itu ada oleh karena eksistensi “sebab” ini.
  • “Sebab” ini harus bersifat uncaused (tidak bersebab), sebab kalo “sebab” ini memiliki “sebab” niscaya tidak akan nada akhirnya (ad infinitum).
  • “Sebab” ini haruslah bersifat immaterial dan berada di luar materi, sebab tidak mungkin pencipta materi adalah materi itu sendiri.
  • “Sebab” ini haruslah memiliki kecerdasan dan kehendak, sebab tanpa keduanya tidak akan ada eksistensi alam semesta dengan keteraturan yang sangat luar biasa.
Jadi, “sebab” yang bersifat transenden ini adalah tuhan, karena sifat-sifat di atas adalah sifat-sifat ketuhanan. Dan konsep Islam tentang tuhan lah yang paling sempurna menjelaskan hal ini, sebagaimana di dalam al-Qur`ân surat ath-Thûr :
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak yakin (akan yang mereka katakan).” (Ath-Thur 52 : 35-36)
Konsep ketuhanan yang dipaparkan al-Qur`ân ini menjelaskan konsep logis akan eksistensi tuhan, yaitu :
  • Apakah mereka berasal dan diciptakan dari tanpa sesuatu apapun (nothing)?
  • Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri dan yang menciptakan alam semesta?
Secara aksiomatis, tidak mungkin sesuatu itu diciptakan dari tanpa sesuatu apapun (nothing) sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, ataukah sesuatu itu menciptakan dirinya sendiri maka ini juga suatu hal yang menyalahi logika akal sehat. Karena itulah, mereka yang mengusung pemahaman ini, mereka sendiri bingung dan tidak yakin dengan apa yang mereka katakan.
Jadi, konsep yang dibawa oleh Professor Hawking di dalam buku barunya tersebut menempatkan dirinya dalam posisi self defeating (kalah dengan sendirinya), sebab ketika dia mengklaim bahwa sesuatu itu berasal dari tanpa sesuatu apapun dan tanpa adanya kausalitas pada konsep kuantum level yang diusungnya, maka ini sama artinya dengan mengatakan bahwa bukunya The Grand Design tidaklah ditulis oleh dirinya, namun buku tersebut ada secara spontan dan eksis tanpa adanya kausalitas, dan berasal dari tanpa sesuatu apapun (nothing)!!!
Semuanya tahu, bahwa dari ketidakadaan, sesuatu yang tidak ada itu ada. Inilah mengapa Professor Hawking jatuh kepada kontradiksi dengan mengatakan bahwa, “alam semesta ini terbentuk dengan sendirinya karena gravitasi.” Ini artinya professor meyakini akan adanya kausalitas, namun jika ditanyakan dari manakah gravitasi ini berasal, maka professor menjawab dari tanpa sesuatupun (nothing), maka kami bisa mengatakan hal yang sama, “juga demikian dengan buku Anda The Grand Design, berasal dari tanpa sesuatu apapun! Karena Anda adalah bukan sesuatu (nothing) menurut konsep Anda!
 rachdie.blogdetik.com