Beragam observasi telah dilakukan dan tidak memperlihatkan eksistensi
benda langit dengan ciri sebagaimana Nibiru. Bahkan dengan teknik
astrofotografi sekalipun, yang secara teoretis memungkinkan identifikasi
Nibiru dalam layar kamera, meski observasi dilakukan di lingkungan
perkotaan yang relatif terpolusi cahaya. Apalagi peluang observasi
berbasis teleskop lebih besar, terlebih estimasi koordinat langitnya
(deklinasi dan RA) sudah diketahui.
Kenyataannya,
tak satu pun yang berhasil mengidentifikasi Nibiru, baik yang bekerja
secara manual maupun mengandalkan sistem pelacakan otomatis seperti
LINEAR, NEAT, LONEOS, Spacewatch, Catalina Sky Survey, dan Siding Spring
Survey. Dengan kemampuan teleskop-teleskop masa kini yang dengan mudah
sanggup menyasar benda redup hingga magnitude +20, Nibiru seharusnya
sudah hadir dalam citra fotografis sejak 1980.
Realitas
bahwa hingga saat ini tidak ada yang terdeteksi, menunjukkan Nibiru
sebenarnya tidak eksis. Argumen Nibiru amatlah redup sehingga amat sulit
dideteksi tidak bisa diterima, mengingat simulasi tersebut bahkan
mengidentikkan Nibiru dengan objek paling redup di tata surya.
Kesimpulan
itu diperkuat hasil survei penyigian langit berskala besar dari satelit
COBE dan WMAP (spektrum gelombang mikro), IRAS (spektrum sinar
inframerah), serta Compton GRO (spektrum sinar gamma). Juga dengan
penyigian teleskop pada spektrum cahaya tampak dalam Sloan Digital Sky
Survey. Semua tidak menemukan Nibiru. Khusus IRAS, awalnya memang
teridentifikasi 10 objek misterius seukuran Saturnus
yang berdekatan kawasan tata surya. Informasi menimbulkan kehebohan
besar. Namun penyelidikan lebih lanjut mengungkap objek itu adalah 10 galaksi berbeda yang sangat jauh dari galaksi kita (Bima Sakti) dan mempunyai luminositas inframerah sedemikian tinggi sehingga bisa terekam satelit IRAS.
Ketidakeksisan
Nibiru kian nyata ketika hukum gravitasi diperhitungkan. Masuknya
Nibiru ke tata surya akan berimplikasi terhadap perubahan orbit planet luar beserta satelitnya dan komet seperti diteorikan John Adams dan
Urbain LeVerrier. Padahal, realitasnya tidak demikian.
Observasi-observasi via teleskop menegaskan orbit benda-benda langit itu
tak berubah. Pun dengan data yang dikirim wahana antariksa Cassini yang
saat ini masih bekerja di Saturnus dan New Horizon yang sedang dalam perjalanan menuju Pluto. Dengan orbit hampir mirip parabola, interaksi gravitasi Nibiru dan planet-planet besar membuat posisi Nibiru sangat kritis ketika berada di perihelionnya. Sebab, tanpa gangguan planet-planet
besar itu pun kecepatan Nibiru di perihelionnya hanya 0,1% lebih kecil
dari kecepatan lepasnya, yakni batas kecepatan yang bila dilampaui
Nibiru akan membuatnya terlempar keluar dari tata surya. Padahal,
kombinasi gravitasi planet-planet
besar mampu membuat Nibiru melampaui kecepatan lepasnya dengan mudah.
Konsekuensinya, objek seperti Nibiru, jika memang ada, seharusnya sudah
lenyap terlempar keluar dari lingkungan tata surya sejak bermiliar tahun
silam.
Semua itu menunjukkan Nibiru tidaklah eksis, sehingga tak berdampak terhadap bumi, apalagi pada tahun 2012. Dalam perspektif astronomi, kiamat 2012 tidak memiliki bukti kuat dan semata-mata ditopang justifikasi sembrono yang berada di luar ilmu pengetahuan.
Source: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/14/136931/Ramalan-yang-Tak-Berdasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar