Selasa, 10 April 2012

Jangan Putus Asa


Herman duduk termenung, seperti sedang meikirkan sesuatu. Mungkin ia sedang memikirkan apakah besok ia masih bisa makan atau tidak. Ya, Herman terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai pembuat tampah dari bambu, sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai buruh serabutan yang penghasilanya juga tak tentu. Sering tampahnya tak laku terjual. Kalaupun terjual, ia hanya mengantongi uang lima ribu rupiah untuk setiap bijinya.
Herman adalah anak pertama dari empat bersaudara, dan ia sekarang duduk di bangku kelas satu SMA di salah satu sekolah favorit di kotanya. Wajar, karena Herman adalah anak yang pandai, bahkan bisa dikatakan jenius. Ia juga sering menjuarai berbagai lomba matematika baik tingkat regional maupun nasional. Tapi ketidakpedulian pemerintahlah yang membuat kehidupan si jenius ini masih kekurangan. Ia tinggal di pelosok desa. Untuk mencapai sekolahnya ia harus menempuh jarak sejauh 6 km dengan jalan kaki dari rumahnya.
Suatu hari Herman ditunjuk gurunya untuk mengikuti lomba matematika yang diadakan salah satu universitas negeri. Ia berhasil menjadi juara dan berhak mendapatkan uang pembinaan dan piala. Ia sangat senang. Setelah itu ia langsung pulang ke rumah. Tiba-tiba, dari arah belakang seorang pengendara motor yang sedang mabuk menabrak Herman dari belakang. Herman terlempar, piala yang dipegangnya hancur. Hermanpun tak sadarkan diri.
Setelah Herman sadar, ia baru mengetahui bahwa dirinya baru saja koma selama 2 hari. Saat ia membuka selimu, ia kaget saat ia melihat kedua kakinya sudah tidak ada. Ternyata kakinya diamputasi karena kerusakan yang sangat parah. Ia sangat sedih, ia menjadi putus asa akan hidupnya. Tapi sebuah surat kabar yang menceritakan kesuksesan seorang penyandang cacat telah membangkitkan semangatnya.
Akhirnya ia putus sekolah dan bekerja membantu kedua orang tuanya. Dengan kejeniusan yang dimilikinya, ia bekerja sebagai guru les SMP dan SMA. Bahkan ia juga bisa mengajar les kelas tiga SMA. Dengan kursi roda kesayanganya, ia sangat mahir menerangkan mapel matematika, fisika, dan kimia layaknya seorang professor. Karena kerja kerasnya, dalam empat tahun ia dapat melunasi utang rumah sakitnya. Dan karena pekerjaanya itu, kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.
Ternyata kejeniusanya sampai juga di telinga seorang ilmuwan di kotanya. Akhirnya ia direkrut dan diangkat menjadi asistennya. Si professor sadar akan kejeniusanya, maka ia menyekolahkan Herman agar ia mendapat gelar resmi. Herman hanya menempuh pendidikan SMA selama satu tahun dan langsung melanjutkan kuliah di Universitas Harvard, Amerika Serikat karena kejeniusanya. Di sana ia agak minder karena tak punya kaki. Kadang ia juga merindukan keluarga dan kampong halamannya. Tapi setidaknya biaya keluarganya sudah dijamin pemerintah.
Setelah enam tahun berlalu, Herman keluar lulus dari Harvard, lalu ia bekerja sebagai dosen di Universitas Ohio. Di sana ia menjadi dosen matematika. Berkat kejenisuanya, ia dapat memecahkan persoalan teori E8, teori yang sudah lama tidak terpecahkan. Ternyata NASA sangat tertarik dengan kejeniusanya, dan akhirnya Herman direkrut bejerja di NASA. Di sana ia bekerja memecahkan berbagai persoalan yang terkait dengan luar angkasa. Tapi di luar kesuksesan yang ia raih, sering ia rindu rumahnya, kadang ia menangis memikirkan dan merindukan keluarganya. Hari- harinya hanya dilalui dengan makan, tidur, dan memecahkan soal. Ia benar-benar tertekan. Da setelah 5 tahun bekerja di NASA, ia memutuskan untuk keluar dan kembali ke Indonesia. Ia bertekad untuk mencerdaskan anak bangsa, terutama bagi penyandang cacat seperti dirinya
Herman sadar bahwa kebahagian terbesarnya adalah dapat berkumpul dengan keluarga dan bermanfaat bagi orang lain. Ia kemudian mendirikan yayasan khusus bagi penyandang cacat dan anak-anak jalanan. Selain itu ia juga bekerja sebagai dekan matematika di UI. Bagaimanapun ia lebih bahagiahidup berdampingan dengan keluarganya dan bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Ia selalu ingat pesan orang tuanya, “ jangan berpikir apa yang dapat bangsa berikan padamu, tapi pikirkan apa yang dapat kau b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar