Minggu, 19 Agustus 2012

Teori yang Dulu Dikenal Sebagai String


Oleh: Michael J. Duff
(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, 31 Mei 2003, hal. 12-17)
Theory of Everything sedang muncul sebagai sebuah teori di mana bukan cuma string tapi juga membran dan black hole yang memainkan peran.

Kehidupan, alam semesta, dan segalanya mungkin timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara string, gelembung, dan lembaran di dimensi ruangwaktu yang lebih tinggi.
Di masa sekarang ketika pakar-pakar tertentu mengklaim bahwa semua penemuan penting telah dibuat, perlu ditekankan bahwa dua pilar utama fisika abad 20, mekanika quantum dan teori relativitas umum Einstein, tidak selaras. Relativitas umum tidak mematuhi aturan quantum yang mengatur perilaku partikel unsur, sedangkan black hole menantang fondasi mekanika quantum. Sesuatu yang besar harus dilakukan.
Hingga belakangan ini, harapan terbaik akan teori yang mampu menyatukan gravitasi dengan mekanika quantum dan mendeskripsikan semua fenomena fisikal didasarkan pada string: objek satu-dimensi yang mode vibrasinya merepresentasikan partikel unsur. Namun, pada 1995, string dimasukkan ke dalam teori-M. Dalam kata-kata guru teori string, Edward Witten dari Institute for Advanced Study di Princeton, New Jersey, “M adalah singkatan dari magicmystery, ataumembrane, tergantung selera.” Bukti baru yang mendukung teori ini bermunculan setiap hari, melambangkan perkembangan paling menggairahkan sejak string pertama kali tampil ke layar.

Teori-M, seperti teori string, sangat bersandar pada ide supersimetri. Fisikawan membagi partikel ke dalam dua golongan, sesuai momentum sudutnya, atau “pusingan”. Supersimetri mensyaratkan bahwa untuk setiap partikel dikenal yang memiliki pusingan bulat—0, 1, 2, dan seterusnya, yang diukur dalam satuan quantum—terdapat partikel bermassa sama tapi berpusingan setengah bulat (1/2, 3/2, 5/2, dan seterusnya), dan begitu pula sebaliknya.
Sayangnya, belum ditemukan satupun superpartner semacam itu. Kesimetrian, jika itu memang eksis, pasti rusak, sehingga partikel yang dipostulatkan itu tidak memiliki massa sama dengan partikel yang dikenal tapi justru terlampau berat untuk dilihat di akselerator mutakhir kita. Meski begitu, para teoris meyakini supersimetri sebab ini menyediakan kerangka di mana gaya lemah, gaya elektromagnetik, dan gaya kuat dapat dipersatukan dengan gaya yang paling sukar dipahami: gravitasi.
Supersimetri mengubah koordinat ruang dan waktu sedemikian rupa sehingga hukum fisika adalah sama untuk semua pengamat. Teori relativitas umum Einstein berasal dari kondisi ini, jadi supersimetri mengimplikasikan gravitasi. Nyatanya, supersimetri memprediksi “supergravitasi” di mana partikel berpusingan 2—graviton—mentransmisikan interaksi gravitasi dan memiliki partner bernama gravitino, yang berpusingan 3/2.
Gravitasi konvensional tidak menempatkan batas pada kemungkinan [jumlah] dimensi ruangwaktu: persamaan-persamaannya dapat, pada prinsipnya, dirumuskan di dimensi manapun. Tidak demikian halnya dengan supergravitasi, yang menempatkan batas atas 11 pada [jumlah] dimensi ruangwaktu. Alam semesta familiar kita, tentu saja, memiliki tiga dimensi ruang: tinggi, panjang, dan tebal; waktu adalah dimensi keempat. Tapi pada awal 1920-an, Fisikawan Polandia, Theodore Kaluza, dan fisikawan Swedia, Oskar Klein, menyatakan bahwa ruangwaktu mungkin memiliki dimensi kelima yang tersembunyi. Dimensi tambahan ini tidakinfinite, seperti yang lainnya; justru ia menutup diri, membentuk lingkaran. Di sekeliling lingkaran itu bisa terdapat gelombang-gelombang quantum, amat pas membentuk simpal. Hanya gelombang berbilangan bulat yang dapat pas di sekeliling lingkaran; masing-masing gelombang ini ekuivalen dengan partikel berenergi berlainan. Jadi energi akan “terquantisasi”, atau diskrit.
Namun, pengamat yang tinggal di empat dimensi lain akan melihat seperangkat partikel bermuatan, bukan berenergi, diskrit. Quantum, atau satuan, muatan akan tergantung pada jari-jari lingkaran. Di dunia riil juga muatan listrik terquantisasi, dalam satuan e, muatan pada elektron. Untuk memperoleh harga e yang tepat, lingkaran harus amat kecil, berjari-jari sekitar 10-33 cm.
Ukuran kecil dimensi-dimensi tersembunyi itu menjelaskan mengapa manusia, atau bahkan atom, tidak menyadari [keberadaan]nya. Meski begitu, itu akan menghasilkan elektromagnetisme. Dan gravitasi, yang sudah hadir di dunia empat-dimensi, akan dipersatukan dengan gaya [elektromagnetisme] tersebut.
Pada 1978, Eugene Cremmer, Bernard Julia, dan Joel Scherk dari École Normale Supérieure di Paris menyadari bahwa supergravitasi bukan cuma memperkenankan hingga tujuh dimensi tambahan tapi juga merupakan yang paling elegan manakala eksis di ruangwaktu berdimensi 11 (11 dimensi ruang dan satu dimensi waktu). Jenis dunia riil empat-dimensi yang akhirnya diprediksi oleh teori tersebut tergantung pada bagaimana dimensi-dimensi tambahan tergulung, ala Kaluza dan Klein. Beberapa dimensi yang tergulung memungkinkan fisikawan memperoleh, selain elektromagnetisme, gaya nuklir kuat dan lemah. Atas alasan-alasan ini, banyak fisikawan mulai mempertimbangkan supergravitasi di 11 dimensi untuk teori terpadu.
Namun pada 1984, supergravitasi 11-dimensi terpukul hingga akarnya. Sebuah fitur penting dunia riil adalah bahwa alam membedakan antara kanan dan kiri. Witten dan yang lainnya menekankan bahwa “kebersisian” semacam itu tak bisa diperoleh dengan mereduksi ruangwaktu dari 11 dimensi menjadi empat.
Bran-P
Posisi supergravitasi direbut oleh teori superstring di 10 dimensi. Lima teori yang bersaing mengambil peran, dicirikan oleh karakteristik matematis masing-masing sebagai heterotik E8 x E8, heterotik SO(32), Tipe I SO(32), dan string Tipe IIA dan Tipe IIB. (Tipe I adalah string “terbuka” yang terdiri dari satu segmen saja; sisanya merupakan string “tertutup” yang membentuk simpal.) E8 x E8 tampaknya—setidaknya secara prinsip—mampu menjelaskan partikel-partikel unsur dan gaya-gaya, termasuk kebersisiannya. Dan string tampaknya menyediakan teori gravitasi yang konsisten dengan efek-efek quantum. Semua kebaikan ini telah membuat fisikawan jatuh cinta pada teori string dan membenci supergravitasi.
Namun setelah euforia awal akan string, keraguan mulai timbul perlahan. Pertama, pertanyaan-pertanyaan penting—terutama bagaimana mengkonfrontir teori dengan eksperimen—tampak tak bisa dijawab oleh metode kalkulasi tradisional. Kedua, mengapa ada lima teori string berlainan? Jika kita sedang mencari Theory of Everything yang unik, tentu ini jumlah yang sangat memalukan. Ketiga, jika supersimetri memperkenankan 11 dimensi, mengapa superstring berhenti di 10 dimensi? Terakhir, jika kita membayangkan partikel mirip titik sebagai string, mengapa bukan sebagai membran atau lebih umumnya sebagai objek p-dimensi, dijuluki bran-p?
Konsekuensinya, sementara kebanyakan teoris tenggelam ke dalam superspageti, sekelompok kecil mengembangkan selera pada super-ravioli. Sebuah partikel, yang memiliki dimensi nol, menyusuri satu-dimensi, atau “garis-dunia”, selagi berevolusi di ruangwaktu [lihat ilustrasi di bawah]. Demikian halnya, string—yang memiliki satu dimensi: panjang—menyusuri “lembar-dunia” dua dimensi, dan membran—yang memiliki dua dimensi: panjang dan lebar—menyusuri “volume-dunia” tiga-dimensi. Secara umum, bran-p menyusuri volume dunia p + 1 dimensi.

Trayektori sebuah partikel di ruangwaktu menyusuri garis-dunia. Demikian pula halnya trayektori string menyusuri lembar-dunia atau trayektori membran menyusuri volume-dunia.
Seawalnya pada 1962, Paul A.M. Dirac telah membangun model imajinatif berbasis membran. Dia berpostulat bahwa elektron, bukannya menyerupai titik, pada kenyataannya merupakan gelembung kecil, membran yang menutup dirinya sendri. Osilasinya, kata Dirac, dapat menghasilkan partikel-partikel semisal muon, elektron versi berat. Walaupun upayanya gagal, persamaan-persamaan untuk membran pada dasarnya merupakan yang kita pakai hari ini.
Supersimetri sangat membatasi kemungkinan [jumlah] dimensi bran-p. Di ruangwaktu 11 dimensi, sebuah membran mengapung, yang mungkin mengambil bentuk gelembung atau lembar dua dimensi. Paul S. Howe dari King’s College London, Takeo Inami dari Universitas Kyoto, Kellogg Stelle dari Imperial College (London), dan saya mampu menunjukkan bahwa jika salah satu dari 11 dimensi itu berupa lingkaran, kita bisa menggulung lembar tersebut sekali, melekatkan kedua tepinya untuk membentuk pipa. Jika jari-jarinya menjadi cukup kecil, membran tergulung itu akhirnya tampak seperti string di 10 dimensi; ini persis menghasilkan superstring Tipe IIA.
Meskipun membuahkan hasil demikian, dulu sebagian besar usaha membran diabaikan oleh komunitas string. Untungnya, situasi ini berubah berkat kemajuan di bidang yang rupanya tak terkait.
Pada 1917, matematikawan Jerman, Amalie Emmy Noether, menunjukkan bahwa massa, muatan, dan atribut lain partikel-partikel unsur terkekalkan berkat kesimetrian hukum fisika. Contoh, kekekalan muatan listrik dihasilkan oleh kesimetrian di bawah perubahan fungsi gelombang sebuah partikel.

Penyusutan simultan sebuah membran dan sebuah dimensi ruangwaktu dapat menghasilkan string. Begitu ruang pokok, diperlihatkan di sini sebagai tilam dua-dimensi, tergulung menjadi silinder, membran membungkusnya. Dimensi tergulung tersebut menjadi lingkaran yang begitu kecil sehingga ruang dua-dimensi itu akhirnya terlihat berwujud satu-dimensi, seperti garis. Sedangkan membran yang membungkus ketat menyerupai string.
Namun terkadang atribut-atribut dapat terpelihara berkat deformasi di medan. Hukum kekekalan semacam itu disebut bersifat topologis. Jadi, mungkin saja terjadi sebuah simpul di serangkaian garis medan, disebut soliton, tidak dapat dirapikan. Alhasil, soliton tercegah menghilang dan berperilaku sangat mirip partikel. Contoh klasik adalah monokutub magnet, yang belum ditemukan di alam tapi muncul sebagai konfigurasi terpilin (twisted configuration) dalam beberapa teori medan.
Dalam pandangan tradisional, partikel-partikel semisal elektron dan quark (yang mengangkut muatan Noether) dipandang sebagai [partikel] fundamental, sedangkan partikel semisal monokutub magnet (yang mengangkut muatan topologis) merupakan [partikel] derivatif. Namun pada 1977, Claus Montonen, kini di Helsinki Institute of Physics, Finlandia, dan David I. Olive, kini di Universitas Wales di Swansea, membuat penaksiran berani. Mungkinkah eksis sebuah rumusan fisika alternatif di mana peran muatan Noether (seperti muatan listrik) dan muatan topologis (seperti muatan magnet) terbalik? Dalam gambaran “dual” semacam itu, monokutub magnet akan menjadi objek elementer, sedangkan partikel familiar—quark, elektron, dan sebagainya—muncul sebagai soliton.
Lebih tepatnya, partikel fundamental bermuatan e akan ekuivalen dengan partikel solitonik bermuatan 1/e. Karena muatannya merupakan ukuran seberapa kuat sebuah partikel berinteraksi, monokutub akan berinteraksi secara lemah manakala partikel asli berinteraksi secara kuat (yakni, ketika e besar), dan sebaliknya.
Penaksiran tersebut, jika benar, akan membawa pada penyederhanaan matematis yang mendalam. Dalam teori quark, misalnya, fisikawan dapat membuat, dengan susah-payah, kalkulasi kapan quark-quark berinteraksi secara kuat. Tapi monokutub-monokutub dalam teori ini, dengan demikian, pasti berinteraksi secara lemah. Kita bisa membayangkan melakukan kalkulasi dengan teori dual berdasarkan monokutub dan otomatis memperoleh semua jawaban untuk quark, sebab teori dual akan membuahkan hasil akhir yang sama.
Sayangnya, ide ini menimbulkan persoalan ayam dan telur. Sekali terbukti, penaksiran Montonen-Olive dapat melampaui teknik-teknik kalkulasi konvensional, tapi perlu dibuktikan oleh suatu metode lain terlebih dahulu.
Ternyata, bran-p bisa pula dipandang sebagai soliton. Pada 1990, Andrew Strominger dari Institute for Theoretical Physics di Santa Barbara (California) menemukan bahwa string 10-dimensi dapat menghasilkan soliton berupa bran-lima. Menghidupkan kembali penaksiran milik saya, Strominger menyatakan bahwa string berinteraksi kuat adalah padanan dual bran-lima berinteraksi lemah.
Ada dua rintangan besar pada dualitas ini. Pertama, dualitas yang diusulkan oleh Montonen dan Olive ini—antara listrik dan magnetisme di empat dimensi—masih belum terbukti, jadi dualitas antara string dan bran-lima di 10 dimensi lebih lemah lagi. Kedua, terdapat isu tentang bagaimana menemukan atribut-atribut quantum bran-lima dan bagaimana membuktikan dualitas baru tersebut.

Dimensi tambahan tergulung menjadi pipa, menyodorkan pemahaman struktur ruangwaktu.
Namun rintangan pertama telah disingkirkan ketika Ashoke Sen dari Tata Institute of Fundamental Research di Bombay (India) membuktikan bahwa teori-teori supersimetri membutuhkan eksistensi soliton tertentu bermuatan listrik dan bermuatan magnet. Objek-objek ini telah diprediksi oleh penaksiran Montonen-Olive. Hasil yang tampak tak menarik ini mengubah banyak golongan skeptis dan melepas banjir paper. Bahkan ini mengilhami Nathan Seiberg dari Universitas Rutgers dan Edward Witten untuk mencari dualitas dalam teori-teori quark versi lebih realistis (tapi tetap supersimetris). Mereka menyediakan banyak informasi mengenai jenis medan-medan quantum yang beberapa tahun lalu tak terpikirkan.
Dualitas Dualitas
Pada 1990, beberapa teoris menggeneralisir ide dualitas Montonen-Olive menjadi superstring empat-dimensi, di mana idenya menjadi lebih alami lagi. Dualitas ini, yang kala itu spekulatif, dikenal dengan nama dualitas-S.
Nyatanya, para teoris string sudah terbiasa pada jenis dualitas yang sama sekali berbeda yang disebut dualitas-T. Dualitas-T mempertalikan dua jenis partikel yang muncul ketika sebuah string menyimpal mengelilingi dimensi kompak. Salah satu jenisnya (sebut saja sebagai partikel “bervibrasi”) analogis dengan yang diprediksi oleh Kaluza dan Klein dan timbul dari vibrasi simpal string [lihat boks di bawah]. Partikel semacam itu lebih energetik jika lingkarannya kecil. Selain itu, string dapat melilit lingkaran berkali-kali, seperti gelang karet pada pergelangan tangan; semakin melilit dan semakin besar lingkarannya, semakin tinggi energinya. Tambahan lagi, tiap level energi merepresentasikan partikel baru (sebut saja sebagai partikel “lilit”).
DUALITAS ANTARA BESAR DAN KECIL

Dualitas-T menghubungkan fisika ruangwaktu besar dengan fisika ruangwaktu kecil. Bayangkan ruangwaktu tergulung sebagai silinder. Sebuah string yang menyimpal mengelilinginya memiliki dua jenis status energi. Satu set timbul dari gelombang-gelombang pada string yang pas mengelilingi silinder; sebut saja ini sebagai mode “vibrasi”. Jika silindernya besar, vibrasi cenderung memiliki panjang-gelombang yang panjang dan energi yang sedikit. Jadi level-level energi yang ekuivalen dengan jumlah gelombang di sekeliling silinder hanya terpisahkan sedikit—dengan kata lain, mereka “berjarak rapat”.
Namun string dapat juga menyimpal mengelilingi silinder seperti gelang karet yang diregangkan. Jika silindernya besar, string harus lebih meregang, memerlukan lebih banyak energi. Jadi, energi status-status yang ekuivalen dengan jumlah simpal ini—sebut saja sebagai mode “lilit”—berjarak lebar.
Untuk silinder kecil, gelombang yang pas mengelilingnya adalah kecil dan memiliki energi tinggi. Status-status vibrasinya berjarak lebar. Sedangkan simpal-simpal memerlukan energi yang sedikit, sehingga mode lilit berjarak rapat.
Bagi pengamat luar, asal-usul fisikal status vibrasi dan lilit tidaklah jelas. Pipa kecil maupun besar menghasilkan level energi yang sama, yang fisikawan tafsirkan sebagai partikel. Skala-skala kecil ruangwaktu tipis mungkin menghasilkan fisika yang sama dengan skala-skala besar alam semesta kita.
Dualitas-T menyatakan bahwa partikel lilit untuk lingkaran berjari-jari R sama dengan partikel bervibrasi untuk lingkaran berjari-jari 1/R, dan sebaliknya. Bagi seorang fisikawan, dua set partikel tidak dapat dibedakan: dimensi besar kompak dapat menghasilkan partikel yang sama dengan yang dihasilkan oleh dimensi kecil.
Dualitas ini memiliki implikasi mendalam. Selama berdekade-dekade, fisikawan telah berjuang memahami alam pada skala amat kecil mendekati panjang Planck, 10-33 cm. Kita selalu menduga bahwa hukum alam runtuh pada jarak amat kecil. Namun dualitas-T mengindikasikan bahwa pada skala ini, alam semesta terlihat sama persis sebagaimana pada skala besar. Kita mungkin bahkan membayangkan bahwa seandainya alam semesta menyusut menjadi [seukuran] kurang dari panjang Planck, ia akan berubah menjadi alam semesta dual yang membesar selagi alam semesta asli mengempis.
Namun, dualitas antara string dan bran-lima masih merupakan taksiran gara-gara persoalan quantisasi bran-lima. Berawal pada 1991, sebuah tim di Texas A&M University, bersama Jianxin Lu, Ruben Minasian, Ramzi Khuri, dan saya sendiri, mengatasi persoalan ini dengan melangkauinya. Jika empat dari sepuluh dimensi tergulung dan bran-lima membungkus [keempat dimensi] ini, maka [keenam dimensi sisanya] berakhir sebagai objek satu-dimensi—string (solitonik) di ruangwaktu enam-dimensi. Selain itu, string fundamental di sepuluh dimensi tetap fundamental meski di enam dimensi. Jadi konsep dualitas antara string dan bran-lima memberi jalan pada penaksiran lain, dualitas antara string solitonik dan string fundamental.

Pemindaian “bran” menampilkan daftar membran yang timbul di ruangwaktu-ruangwaktu berdimensi berlainan. Bran-p berdimensi 0 adalah partikel, bran-p berdimensi 1 adalah string, dan bran-p berdimensi 2 adalah lembaran atau gelembung. Beberapa bran tak memiliki pusingan (merah), tapi bran-Dirichlet memiliki pusingan 1 (biru).
Keuntungannya, kami mengetahui bagaimana mengquantisasi string. Karenanya, prediksi-prediksi dualitas string-dan-string bisa diuji. Kami dapat menunjukkan, contohnya, bahwa kekuatan interaksi string-string solitonik ditentukan oleh invers kekuatan interaksi string fundamental, cocok dengan penaksiran.
Pada 1994, Christopher M. Hull dari Queen Mary and Westfield College di Universitas London, bersama Paul K. Townsend dari Universitas Cambridge, menyatakan bahwa string heterotik berinteraksi lemah bahkan mungkin merupakan dual string Tipe IIA berinteraksi kuat, jika keduanya berada di enam dimensi. Rintangan di antara berbagai teori string mulai ambruk.
Terpikir oleh saya bahwa dualitas string-dan-string memiliki hasil lain yang tak terduga. Jika kita mereduksi ruangwaktu enam-dimensi menjadi empat dimensi dengan menggulung dua dimensi, string fundamental dan string solitonik masing-masing memperoleh dualitas-T. Tapi di sinilah keajaibannya: dualitas-T string solitonik persis merupakan dualitas-S string fundamental, dan sebaliknya. Fenomena ini—di mana pertukaran muatan di gambaran pertama merupakan inversi panjang di gambaran dual—disebut sebagai Dualitas Dualitas. Ini menempatkan dualitas-S, yang sebelumnya spekulatif, pada pijakan yang sama kokohnya dengan dualitas-T. Di samping itu, ini memprediksi bahwa kekuatan interaksi objek-objek—yakni muatannya—terkait dengan ukuran dimensi-dimensi yang tak terlihat. Muatan di satu alam semesta mungkin merupakan ukuran, bukan muatan, di alam semesta lain.
Dalam ceramah terkenal di Universitas Souther California pada 1995, Witten menyatukan semua karya tentang dualitas-T, dualitas-S, dan dualitas string-dan-string di bawah payung teori-M di 11 dimensi. Pada bulan-bulan berikutnya, ratusan paper bermunculan di internet, mengkonfirmasi bahwa bagaimanapun teori-M nantinya, ia sudah pasti melibatkan membran-membran secara penting.
Bahkan string E8 x E8, yang kebersisiannya dianggap mustahil berasal dari 11 dimensi, berpangkal dalam teori-M. Witten, bersama Petr Horava dari Universitas Princeton, menunjukkan cara menyusutkan dimensi-dimensi tambahan teori-M menjadi segmen garis. Gambarannya menghasilkan dua alam semesta 10-dimensi (masing-masing di ujung garis) yang dihubungkan oleh ruangwaktu 11 dimensi. Partikel-partikel—dan string-string—hanya eksis di alam semesta paralel di kedua ujung tersebut, yang dapat berkomunikasi dengan satu sama lain hanya lewat gravitasi. (Kita boleh berspekulasi bahwa semua materi tampak di alam semesta kita terdapat di satu dinding, sedangkan “dark matter”, yang diyakini menyumbang massa tak tampak di alam semesta kita, terdapat di alam semesta paralel di dinding lain.)
Skenario ini mungkin punya konsekuensi penting untuk mengkonfrontir teori-M dengan eksperimen. Contoh, fisikawan tahu bahwa kekuatan instrinsik semua gaya berubah seiring [perubahan] energi partikel bersangkutan. Dalam teori-teori supersimetri, kita menemukan bahwa kekuatan gaya kuat, gaya lemah, dan gaya elektromagnetik semuanya bertemu pada [besaran] energi E 1016 GeV. Lebih jauh, kekuatan-kekuatan interaksi hampir setara—tapi tidak sama—dengan nilai bilangan GE2 tak berdimensi, di mana G adalah konstanta gravitasi Newton. Kehampirsetaraan ini, yang kemungkinan besar bukan kebetulan, menuntut penjelasan; ini telah menjadi sumber frustasi hebat bagi fisikawan.

Tiga gaya bertemu di level kekuatan yang sama ketika partikel-partikel berenergi 1016 GeV. Sampai sekarang, gravitasi diyakini luput dari titik temu ini. Tapi kalkulasi yang mengikutsertakan dimensi ke-11 teori-M mengindikasikan bahwa gravitasi mungkin sebetulnya ikut bertemu.
Tapi di ruangwaktu aneh yang dibayangkan oleh Horava dan Witten tersebut, kita bisa memilih ukuran dimensi kesebelas agar keempat gaya berjumpa di skala bersama ini. Besarannya jauh di bawah energi Planck 1019 GeV, di mana [pada besaran 1019 tersebut] dulu gravitasi dianggap menjadi kuat. (Energi tinggi terhubung dengan jarak pendek lewat mekanika quantum. Jadi energi Planck sederhananya merupakan panjang Planck yang diekspresikan sebagai energi.) Efek-efek gravitasi quantum mungkin jauh lebih erat, dari segi energi, dengan peristiwa harian daripada keyakinan fisikawan sebelumnya, sebuah temuan yang akan menghasilkan segala jenis konsekuensi kosmologis. Ide Horava-Witten telah menimbulkan sebuah variasi pada tema Kaluza-Klein yang dikenal sebagai “dunia bran”, di mana alam semesta kita adalah bran-tiga di alam semesta berdimensi tinggi. Gaya kuat, lemah, dan elektromagnetik terkurung di bran-tiga ini, sedangkan gravitasi hidup di [lingkup] besar. Dimensi tambahan mungkin sebesar satu milimeter.
Pada 1995, Joseph Polchinski dari Institute for Theoretical Physics menyadari bahwa beberapa bran-p menyerupai permukaan yang ditemukan oleh matematikawan Jerman abad 19, Peter G.L. Dirichlet. Kadang-kadang bran-bran ini bisa ditafsirkan sebagai black hole atau black-brane—objek yang darinya tiada satupun, bahkan cahaya, dapat melarikan diri. String terbuka, contohnya, bisa dianggap sebagai string tertutup, yang sebagiannya tersembunyi di balik bran-hitam. Terobosan ini telah menghasilkan interpretasi baru black hole sebagai bran-bran-hitam  berinterseksi yang membungkus tujuh dimensi tergulung. Alhasil, terdapat isyarat kuat bahwa teori-M mungkin bahkan membereskan paradoks-paradoks black hole yang diangkat oleh Stephen W. Hawking dari Universitas Cambridge.
Pada 1974, Hawking menunjukkan bahwa black hole tidak hitam sepenuhnya melainkan memancarkan energi. Dalam hal itu, black hole harus memiliki entropi, yang mengukur ketidakteraturan dengan menerangkan jumlah status quantum yang tersedia. Tapi asal-usul mikroskopis status-status ini tetap misteri. Teknologi bran-Dirichlet telah memungkinkan Strominger dan Cumrun Vafa dari Universitas Harvard untuk menghitung jumlah status quantum di bran-hitam. Mereka menemukan entropi yang selaras dengan prediksi Hawking, suatu kehormatan bagi teori-M.

Teori-M di 11 dimensi melahirkan lima teori string di 10 dimensi. Ketika dimensi tambahan tergulung menjadi lingkaran, teori-M menghasilkan superstring Tipe IIA, selanjutnya dihubungkan dengan string Tipe IIB oleh dualitas. Jika dimensi tambahan menyusut menjadi segmen garis, teori-M menjadi string heterotik E8 x E8 yang masuk akal secara fisikal, dihubungkan dengan teori-teori string SO(32) oleh dualitas.
Bran-hitam juga menjanjikan pemecahan salah satu persoalan terbesar teori string: adanya miliaran cara berbeda untuk mengerkah/mereduksi 10 dimensi menjadi empat. Jadi ada banyak prediksi yang bersaing tentang bagaimana dunia riil bekerja—dengan kata lain, tidak ada prediksi sama sekali. Namun ternyata, massa black hole bisa lenyap begitu lubang yang dibungkusnya menyusut. Fitur ini secara ajaib mempengaruhi ruangwantu sendiri, memungkinkan ruangwaktu berjumlah lubang internal tertentu berubah menjadi ruangwaktu berjumlah lubang berbeda, melanggar hukum topologi klasik.
Jika semua ruangwaktu-ruangwaktu berkaitan dengan cara seperti itu, menemukan ruangwaktu yang tepat jadi lebih mudah. String mungkin akhirnya memilih ruangwaktu, katakanlah, berenergi terendah dan mendiaminya. Gerak menggelombang [string ini] lalu melahirkan partikel-partikel unsur dan gaya-gaya yang kita kenal—yakni, dunia riil.
Dalam cabang bran-Dirichlet yang menarik, Juan Maldacena dari Institute for Advanced Study telah mengajukan ruangwaktu lima-dimensi yang dikenal sebagai ruang anti de Sitter, ruang melengkung negatif berbentuk pelana. Dunia tersebut, termasuk semua interaksi gravitasinya, dapat dideskripsikan oleh teori non-gravitasi yang terdapat di perbatasan empat-dimensinya. Ini bisa menerangkan teori-teori quark empat-dimensi yang mengatur interaksi nuklir kuat. Jika apa yang disebut sebagai gambaran holografi ini benar, maka alam semesta adalah seperti dinding gua Plato, dan kita adalah bayangan yang terproyeksikan pada dinding itu.
Dalam variasi lain, Lisa Randall dari Harvard dan Raman Sundrum dari Universitas John Hopkins mengkombinasikan ide dunia-bran dan holografi untuk menyatakan bahwa alam semesta kita adalah bran-tiga yang berdiam di ruang lima-dimensi anti de Sitter. Bahkan dinyatakan bahwabig bang hanyalah tubrukan dua bran-tiga.
Jadi, bran-bran bukan lagi anak itik buruk teori string. Mereka telah menjadi aktor utama sebagai konstituen mikroskopis teori-M, sebagai leluhur berdimensi tinggi black hole, dan sebagai keseluruhan alam-alam semesta sendiri.
Dari 10 Jadi 11: Belum Terlambat
Terlepas dari semua keberhasilan ini, fisikawan hanya memandang pojok-pojok kecil teori-M; gambaran besarnya belum ada. Fisikawan sudah lama menduga bahwa menyatukan gravitasi—geometri ruangwaktu—dengan fisika quantum akan menghasilkan definisi ruangwaktu yang sama buruknya, setidaknya sampai ditemukan definisi baru. Pada beberapa tahun mendatang, kita berharap menemukan apa sebetulnya teori-M itu.
Witten gemar membayangkan bagaimana fisika akan berkembang di sebuah planet di mana penemuan-penemuan seperti relativitas umum, mekanika quantum, dan supersimetri terjadi dalam urutan berbeda dibanding di Bumi. Dengan nada serupa, saya ingin menyatakan bahwa di planet-planet yang lebih logis daripada planet kita, 11 dimensi merupakan titik awal yang darinya teori string 10-dimensi diperoleh. Tentu, sejarawan bumi di masa depan akan menilai akhir abad 20 sebagai masa di mana para teoris layaknya anak-anak yang bermain di pantai, mengasyikkan diri dengan kerikil-kerikil kecil superstring sedangkan samudera luas teori-M terbentang di hadapan mereka, tak diketemukan.
Penulis
Michael J. Duff melakukan riset teori-teori terpadu partikel unsur, gravitasi quantum, supergravitasi, superstring, supermembran, dan teori-M. Dia memperoleh Ph.D.-nya dalam fisika teoritis pada 1972 di Imperial College, London, dan bergabung dengan fakultas di sana pada 1980. Dia menjadi Distinguished Professor di Texas A&M University pada 1992. Duff kini merupakan Oskar Klein Professor of Physics di Universitas Michigan dan direktur Michigan Center for Theoretical Physics.
Untuk Digali Lebih Jauh
  • Unity from Duality. Paul Townsend dalam Physics World, Vol. 8, No. 9, hal. 1-6, September 1995.
  • Explaining Everything. Madhusree Mukerjee dalam Scientific American, Vol. 274, No. 1, hal 88-94, Januari 1996.
  • Duality, Spacetime and Quantum Mechanics. Edward Witten dalam Physics Today, Vol. 50, No. 5, hal. 28-33, Mei 1997.
  • The Universe’s Unseen Dimensions. Nima Arkani-Hamed, Savas Dimopoulos, dan Georgi Dvali dalam Scientific American, hal. 62-69, Agustus 2000.
Sumber: sainstory.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar