Sabtu, 09 Juni 2012

Teori Penyatuan Fisika, Grand Unified Theory

Oleh: Steven Weinberg
(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, 31 Mei 2003, hal. 4-11)

Sasaran utama fisika adalah memahami keanekaragaman alam yang menakjubkan secara terpadu. Kemajuan-kemajuan terhebat di masa lalu merupakan langkah menuju sasaran ini: unifikasi mekanika bumi dan angkasa oleh Isaac Newton pada abad 17. Teori listrik dan magnetisme oleh James Clerk Mawell pada abad 19. Geometri ruangwaktu dan teori gravitasi oleh Albert Einstein dari tahun 1905 sampai 1916. Dan penyingkapan kimia dan fisika atom melalui kedatangan mekanika quantum pada 1920-an.
Einstein mencurahkan 30 tahun terakhir hidupnya pada pencarian gagal “teori medan terpadu”, yang akan menyatukan relativitas umum—teori ruangwaktu dan gravitasi miliknya—dengan teori elektromagnetisme Maxwell. Belakangan terjadi kemajuan menuju unifikasi, tapi ke arah berbeda. Teori partikel unsur dan gaya kita yang mutakhir, dikenal sebagai Standard Model fisika partikel, telah menyatukan elektromagnetisme dengan interaksi lemah, gaya yang bertanggungjawab atas perubahan neutron dan proton menjadi satu sama lain dalam proses-proses radioaktif dan di bintang-bintang. Standard Model juga memberikan deskripsi terpisah tapi serupa tentang interaksi kuat, gaya yang menjaga kesatuan quark di dalam proton dan neutron dan menjaga kesatuan proton dan neutron di dalam nukleus atom.


Mitos Permulaan Waktu

Teori string mengindikasikan bahwa BIG BANG bukanlah awal-mula alam semesta melainkan sekadar hasil dari kondisi yang eksis sebelumnya.

Apakah big bang betul-betul merupakan permulaan waktu? Ataukah alam semesta eksis sebelum itu? Satu dekade silam, pertanyaan semacam ini terasa menghina Tuhan. Sebagian besar kosmolog bersikeras bahwa itu sama sekali tak masuk akal—bahwa merenungkan waktu/masa sebelum big bang adalah seperti menanyakan arah menuju tempat di utara Kutub Utara. Tapi perkembangan fisika teoritis, khususnya kenaikan teori string, telah mengubah perspektif mereka. Alam semesta pra-big bang telah menjadi batas teranyar kosmologi.
Kemauan baru untuk mempertimbangkan apa yang mungkin terjadi sebelum big bang merupakan ayunan mutakhir pendulum intelektual yang telah berayun selama bermilenium-milenium. Dalam satu atau lain bentuk, isu permulaan pokok telah menyeret filsuf dan teolog di hampir setiap kebudayaan. Ini terjalin dengan satu set besar persoalan, yang mahsyur diungkapkan secara ringkas dalam sebuah lukisan tahun 1987 karya Paul Gauguin: D’ou venons-nous? Que sommes-nous? Ou allons-nous? / Where do we come from? What are we? Where are we going? / Dari mana kita? Siapa kita? Akan ke mana kita? Karya ini menggambarkan siklus kelahiran, kehidupan, dan kematian—asal-usul, identitas, dan takdir tiap-tiap individu—dan persoalan personal ini terhubung langsung dengan persoalan kosmik. Kita dapat menelusuri silsilah kita menuju generasi-generasi ke belakang, menuju leluhur binatang kita, menuju bentuk awal kehidupan dan protokehidupan, menuju unsur-unsur yang tersintesiskan di alam semesta purba,  menuju energi tak berbentuk yang tersimpan di ruang sebelum itu. Apakah pohon keluarga kita mengulur ke belakang seterusnya/selamanya? Ataukah akarnya memiliki ujung? Apakah kosmos sama tak permanennya dengan kita?

Adakah Waktu Sebagai Dimensi Keempat ?

Waktu adalah dimensi ke-4 selain tiga dimensi ruang. Hal ini berbeda dari dimensi  dalam banyak cara pandang yang lain. Waktu membuat perubahan yang mungkin kalau tidak kita akan tinggal di alam semesta yang statis! Mari kita menjelajahi apa yang kita maksud dengan waktu dan bagaimana relativitas khusus Einstein merupakan pukulan fatal bagi ‘waktu mutlak “mekanika Newton.
Apa itu Waktu?
Waktu adalah cara kita mengikuti perkembangan perubahan, perubahan yang terus terjadi di alam semesta. Waktu muncul karena sifat dinamis dari alam semesta atau orang bisa mengatakan, dinamika alam semesta ini dimungkinkan karena ada waktu.
Bisa dibilang waktu harus telah diciptakan agar segala sesuatu tidak terjadi pada saat yang sama. Sedangkan ruang itu dibuat agar segala sesuatu tidak terjadi di tempat yang sama. Sehingga  kita dapat mengartikan waktu sebagai serangkaian perubahan atau kejadian yang terjadi. Peristiwa yang terjadi secara periodik seperti terbit dan terbenam Matahari, rotasi bumi dan revolusi bumi mengelilingi matahari digunakan sebagai referensi untuk mengkalibrasi dan mengukur waktu. Jam kita disinkronkan dengan peristiwa periodik berulang untuk melacak waktu.

Bercocok Tanam di Kebun Robotik Untuk Suplai Makanan Astronot

Prototipe kebun robotik yang dibuat oleh mahasiswa University of Colorado. Image credit: Daniel Zukowski
Mahasiswa dari University of Colorado saat ini sedang mengembangkan suatu sistem kebun robotik yang diperuntukkan sebagai penyedia bahan makanan seperti sayuran dan buah-buahan untuk para astronot dalam menjalankan misi luar angkasa yang jaraknya jauh seperti ke Mars

Proyek yang dipimpin oleh Professor Joe Tanoe (mantan astronot yang saat ini menjadi pengajar), Nikolaus Correll (Professor ilmu komputer dan pernah bekerja di MIT), dan Dave Klaus (ahli Biologi), dijalankan dengan dana hibah senilai $ 40 ribu.

Jika proyek ini selesai, maka akan dihasilkan suatu sistem pangan biogeneratif yang mampu mendukung kehidupan secara simultan termasuk memurnikan udara, menyaring air dan menghasilkan makanan untuk dikonsumsi. Secara singkat kebun ini sendiri memiliki empat tahap pertanian yaitu pembibitan, pemantauan pertumbuhan tanaman, pemanenan, dan pengolahan sisa tanaman untuk mendaur ulang nutrisi dan kembali ke tahap awal.

Saat ini tim riset sudah menyiapkan prototipe dari kebun tersebut. Proyek ini merupakan salah satu pemenang dari kompetisi "The X-Hab Academic Innovation Challenge" yang diadakan NASA dan National Space Grant Foundation untuk beberapa universitas di Amerika dalam rangka membantu NASA menyiapkan sistem untuk penjelajahan luar angkasa. (space-travel.com, astronomi.us)

Jumat, 08 Juni 2012

Teori Segalanya, Grand Unified Theory, Standard Model, dan String Theory


Teori Segalanya, Pengejaran Panjang Sebuah Mimpi

PERNAHKAH Anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah Anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita. Ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum.
Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion). Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi
Ketika kita mencoba memahami alam semesta pada ukuran mikro atau tingkat partikel, maka kita harus memakai Mekanika Kuantum. Mekanika Kuantum mendeskripsikan alam semesta sebagai superposisi dari berbagai kemungkinan. Beberapa aturan umum pada skala makro dilanggar, seperti atas-bawah, simetri kanan-kiri, dan bahkan waktu sebelum atau sesudah.
Masalahnya adalah kenapa harus ada dua aturan? Kenapa materi pada skala mikro berperilaku berbeda dengan materi pada skala makro? Walau demikian, berbeda dengan contoh kota yang kacau karena memiliki dua aturan berbeda, alam semesta tetap harmonis. Atas dasar pemikiran itulah, orang berpikir seharusnya ada satu teori umum yang mampu menjelaskan kedua hal tersebut.
Ide penyatuan teori
Sebelum kita masuk pada ide "Penyatuan Teori", ada baiknya kita mengenal dulu interaksi dasar yang mengatur alam semesta. Semua fenomena di alam semesta terjadi karena interaksi antarpartikel. Ada empat interaksi dasar, yaitu elektromagnetik, lemah, kuat, dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik menghasilkan listrik, magnet, dan cahaya. Interaksi lemah menyebabkan peluruhan radioaktif. Dan interaksi kuat mengikat proton-proton dan neutron-neutron dalam inti atom. Mekanika Kuantum dipakai untuk menjelaskan mekanisme tiga interaksi pertama ini. Interaksi terakhir, gravitasi, dijelaskan Teori Relativitas Umum.
Adalah Albert Einstein yang pertama kali mencoba menggabungkan keempat interaksi tersebut dalam sebuah teori umum yaitu "Teori Segalanya" (Theory of Everything). Pertama, dia mencoba menggabungkan interaksi gravitasi dengan elektromagnetik, karena secara matematika kedua interaksi ini memiliki sifat sama yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Einstein menghabiskan lebih dari 30 tahun sisa hidupnya berkutat pada masalah ini, namun dia gagal.
Mimpi Einstein tetap hidup. Idenya adalah alam semesta ini seharusnya bisa dijelaskan satu teori tunggal, yang berlaku baik pada dunia makro maupun mikro. Para ilmuwan dari berbagai kalangan terus memburu teori tunggal ini. Mereka percaya, teori ini adalah kunci utama memahami alam semesta sesungguhnya bekerja. Inilah isu utama di kalangan para fisika teoritis.
Sejauh ini, ada dua kandidat utama sebagai "Teori Segalanya", yaitu Model Baku (Standard Model), dan Teori Dawai (String Theory). Artikel ini memberikan gambaran singkat bagaimana dua teori ini menggapai "Teori Segalanya".
Model baku
"Model Baku" memiliki sejarah yang panjang. Ratusan fisikawan berkontribusi dan ribuan eksperimen terlibat untuk mencari sebuah model untuk menjelaskan semua fenomena. "Model Baku" pertama kali diperkenalkan trio Nobel Fisika 1979, Sheldom Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg. Disebut "Model Baku" karena teori penyusunnya didukung hasil eksperimen. "Model Baku" sejauh ini adalah pemodelan untuk menyatukan tiga interaksi dunia mikro.
Ide utama "Model Baku" adalah menganggap partikel dasar pembentuk materi (quark dan lepton) adalah sebagai partikel titik. Partikel titik ini berinteraksi dengan partikel titik lain dan saling menukarkan sebuah partikel khusus yang disebut partikel pengantar interaksi (exchange particle). Satu partikel pengantar hanya bekerja khusus pada satu interaksi saja.
Para eksperimentalis sudah menemukan partikel pengantar untuk masing-masing interaksi. Foton untuk interaksi elektromagnetik, W dan Z untuk interaksi lemah, dan gluon untuk interaksi kuat. Satu partikel pengantar yang masih dalam prediksi teori adalah graviton untuk interaksi gravitasi.
Penemuan partikel pengantar ini adalah kunci dari penggabungan teori. Alasannya, pada tingkat energi tertentu maka partikel pengantar pada masing-masing interaksi bersatu dan tidak bisa dibedakan.
Glashow, Salam, dan Weinberg sudah berhasil membuktikan hal ini. Mereka menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dalam satu Teori Elektrolemah (Electroweak Theory). Tugas selanjutnya adalah menyatukan interaksi kuat bersama interaksi elektrolemah dalam satu teori, "Teori Unifikasi Agung" (Grand Unified Theory).
"Teori Unifikasi Agung" bukanlah masalah gampang karena ada satu sarat yang model ini belum buktikan, yaitu partikel supersimetri. Partikel supersimetri adalah partikel bayangan dari partikel pengantar interaksi. Satu partikel pengantar interaksi memiliki satu partikel supersimetri.
Kalau "Teori Unifikasi Agung" bisa tercapai, selanjutnya tugas yang tak kalah berat adalah mengawinkan dengan interaksi gravitasi dalam satu aturan: Kuantum-Gravitasi. Kendala selanjutnya adalah graviton yang belum ditemukan.
Saat ini "Model Baku" bekerja pada jalur utama fisika partikel dalam menguak rahasia alam semesta. Alasannya karena banyak prediksi teoretis dengan "Model Baku" terbukti secara eksperimental. Kini para eksperimentalis dari berbagai belahan dunia bekerja untuk membuktikan prediksi terbesar dari "Model Baku" ini, Teori Unifikasi Agung dan Kuantum-Gravitasi.
Teori dawai
Teori ini lahir tanpa sengaja pada akhir tahun 60-an, ketika Leonard Susskind dari Stanford University menguraikan persamaan matematika Gabriele Veneziano (Itali) untuk interaksi kuat. Susskind melihat, persamaan tersebut menjelaskan partikel titik dalam Model Baku (quark dan lepton) dan partikel pembawa interaksi memiliki struktur internal, yaitu dawai energi yang bergetar. Dawai tersebut berosilasi, merenggang dan merapat, memutar dan memuntir. Perbedaan frekuensi osilasi pada dawai akan memberikan karakter unik pada partikel tersebut, seperti massa (mass) dan muatan (charge).
Ide Teori Dawai ini berkembang pesat di awal 80-an, setelah Michael Greene dan John Schwarz memperbaiki matematika Teori Dawai. Karya mereka menunjukkan, Teori Dawai mengarah pada penyatuan fenomena mikroskopik dan makroskopik.
Fisika kita sekarang hanya sanggup untuk mengerti "Bagaimana alam bekerja", tapi tidak sanggup menjawab, "Kenapa alam bekerja seperti demikian". "Teori Segalanya" menjanjikan penyatuan semua fenomena alam dalam satu teori umum, memberi jawaban "kenapa alam bekerja demikian". Tidak hanya sampai di sana, misteri awal kelahiran alam semesta pun bisa dilacak.
Kita sebenarnya adalah saksi sejarah pencarian intelektual "what is behind God's mind" tentang alam semesta ini. Akankah mimpi panjang Einstein ini akan berakhir pada suatu kesimpulan? Akankah "Teori Segalanya" menjadi akhir dari Fisika? Ataukah Tuhan sudah menyiapkan sesuatu di balik itu? Wallahu'alam.